I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi merupakan suatu proses
perubahan sosial yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang maupun satu
negara saling dihubungkan dan saling membutuhkan. Salah satu penyebab
globalisasi adalah kemajuan ilmu pengetahuan teknologi. Oleh karna itu di era
globalisasi ini banyak kemudahan-kemudahan yang menyebabkan budaya-budaya asing
dapat dengan mudah masuk ke dalam suatu negara. Pengaruh budaya asing juga
tidak semuanya baik dan cocok, misalnya saja di Indonesia yang mendapatkan
pengaruh budaya asing. Akan tetapi pengaruh budaya asing memiliki dampak
positif dan juga dampak negative.
Budaya juga merupakan identitas
bangsa yang harus dihormati dan dijaga serta perlu dilestarikan agar kebudayaan
kita tidak hilang dan bisa menjadi warisan anak cucu kita kelak. Hal ini tentu
menjadi tanggung jawab para generasi muda dan juga perlu dukungan dari berbagai
pihak, karena ketahanan budaya merupakan salah satu identitas suatu negara.
Kebanggaan bangsa indonesia akan budaya yang beraneka ragam sekaligus
mengundang tantangan bagi seluruh rakyat untuk mempertahankan budaya lokal agar
tidak hilang ataupun dicuri oleh bangsa lain.
Konsepsi kebudayaan Indonesia memang sangat sulit untuk
menentukan kriteria yang cocok untuk masyarakat yang hidup di negara ini.
Pancasila sebagai basis ideologi, yang menyimpan nilai-nilai ‘Bhinneka
Tunggal Ika’ belum cukup untuk membicarakan kebudayaan Indonesia. Secara
tekstual, Pancasila memang sangat relevan dengan ragam budaya yang ada. Akan
tetapi, dalam realitasnya, masih banyak yang menanyakan kejelasan nilai-nilai
pancasila itu sendiri. Dari sini, kita tidak dapat menyalahkan kondisi realitas
tersebut. Pemerintah sebagai pemegang kekuasan dalam hal ini, harus cepat
tanggap, melihat fenomena-fenomena ketidakpuasan terhadap nilai-nilai ideologi
pancasila, gejolak dekadensi moralitas bangsa. Karena, ketimpangan sosial,
kesejahteraan, keadilan, kemanusiaan yang ada dalam pancasila, sudahkah
aplikatif terhadap masyarakat saat ini. Kalau memang belum, satu kewajaran bila
ada yang mempertanyakan kejelasan nilai-nilai pancasila yang dianggap sebagai
nilai-nilai dan identitas kebudayaan bangsa Indonesia. Kalau memang sudah, mari
kita lihat bersama realitas obyektif yang terjadi dalam masyarakat saat ini.
Ketidakjelasan akan pemahaman nilai-nilai kebudayaan sangat
dipengaruhi oleh pola fikir yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Arus budaya globalisasi yang sudah mengakar dan mendarah-daging pada pola fikir
masyarakat sosial. Demikian itu sudah jelas, bila dilihat dari budaya
konsumtif, instan, stail, gaya hidup dan lain-lain. Budaya globalisasi tidak
dapat dibendung, ditentang, apalagi ditolak. Yang mesti kita lakukan sekarang
ini adalah bagaimana budaya globalisasi mendatangkan manfaat bagi budaya
Indonesia, serta bagaimana memfilterisasi budaya tersebut yang mempengaruhi
pada pola fikir kebudayaan bangsa Indonesia.
II. PEMBAHASAN
2.1 GLOBALISASI DAN BUDAYA
Arus globalisasi yang sudah mulai terasa sejak akhir abad
ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus
bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek
kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait
dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang
dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat
terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai
wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan
(Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional
kita.
Kesenian yang merupakan
subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan
salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk
keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa
Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi.
Wacana globalisasi
sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan
transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap
bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan
menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. [1]
Kebudayaan
asing yang masuk akibat era globalisasi (perluasan cara-cara sosial antar
benua), ke Indonedia turut mengubah perilaku dan kebudayaan Indonesia, baik itu
kebudayaan nasional maupun kebudayaan murni yang ada di setiap daerah di
Indonesia. Dalam hal ini sering terlihat ketidakmampuan manusia di Indonesia
untuk beradaptasi dengan baik terhadap kebudayaan asing sehingga melahirkan
perilaku yang cenderung ke barat-baratan (westernisasi).
Hal tersebut terlihat dengan seringnya orang-orang terutama
remaja Indonesia keluar-masuk pub, diskotik dan tempat hiburan malam
lainnya, dengan berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya dan sering
melahirkan komunitas tersendiri terutama di kota-kota besar dan metropolitan.
Dalam hal ini terjadinya berbagai kasus penyimpangan seperti penyalah gunaan
zat adiktif, berbagai bentuk pelanggaran susila dan lain sebagainya. Ini
merupakan ketidakmampuan masyarakat Indonesia dalam beradaptasi dan menyeleksi
pengaruh asing sehingga masih bersikap ‘latah’ terhadap kebudayaan asing. [2]
2.1.1
2.1.1 Globalisasi Dalam Kebudayaan Tradisional Bangsa
Proses saling
mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui
interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun
kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia
terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan
berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu
kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa
berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam
jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha
melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan
demikian berlangsung selama beberapa generasi.
Pada hakekatnya bangsa
Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh
luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah
yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya
soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana
nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti. Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman
budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat
Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya.
Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat
di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang
dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat. [1]
2.1.2
2.1.2 Perubahan Budaya Dalam Globalisasi ; Kesenian Yang Bertahan
Dan Yang Tersisihkan
Perubahan budaya yang
terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat
tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat
homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salah satu dampak
dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia
secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah
menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.
Peristiwa transkultural
seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita.
Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan
nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi
informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak
alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih
menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola
masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia
yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau
membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan
masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia.
Kesenian-kesenian yang
bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian,
bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai
kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus
berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi
informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang
ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi
masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai
seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. [1]
2.1.3
2.1.3 Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Bangsa
Arus globalisasi saat
ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia .
Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah
kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya.
Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan
berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya
Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan
budaya barat, misalnya pergaulan bebas.
Hal yang merupakan
pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan
benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk
menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda
dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada
kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa
Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu).
Gaya berpakaian remaja
Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah
mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota
besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu.
Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar
negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia . Derasnya
arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut serta
`menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah
menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran
kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang
berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat
(dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah
globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur
(termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan
nilai-nilai ketimuran. [1]
Sesungguhnya, terdapat sejumlah pengaruh “Barat” yang hingga
kini terus membekas di dalam struktur kebudayaan Indonesia. Utamanya di dalam
sistem pendidikan Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu komponen
nonmaterial kebudayaan yang punya peran signifikan dalam melestarikan suatu
budaya. Selain pendidikan, mekanisme administratif pemerintahan negara barat
yang pernah menjajah Indonesia, yaitu Belanda juga punya pengaruh tersendiri
dalam pembentukan sistem sosial (politik) Indonesia.
Sekarang ini, kebiasaan-kebiasaan orang barat yang telah
membudaya hampir dapat kita saksikan setiap hari melalui media elektronik dan
cetak yang celakanya kebudayaan orang-orang barat tersebut yang sifatnya
negatif dan cenderung merusak serta melanggar norma-norma ketimuran kita
sehingga ditonton dan ditiru oleh orang-orang kita terutama para remaja yang
menginginkan kebebasan seperti orang-rang barat.
Contoh kebudayaan-kebudayaan barat tersebut dapat kita lihat
dari cara mereka berpakaian dan mode, film,sampai pada pergaulan dengan lawan
jenis. [2]
2.1.4
2.1.4 Cara Mengantisipasi Adanya Globalisasi Kebudayaan
Peran kebijaksanaan
pemerintah yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan ekonomi
daripada cultural atau budaya dapat dikatakan merugikan suatu perkembangan
kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995) dalam bukunya yang berjudul ‘Cultural
Policy And The Performing Arts In South-East Asia’, mengungkapkan kebijakan
kultural di Asia Tenggara saat ini secara efektif mengubah dan merusak
seni-seni pertunjukan tradisional, baik melalui campur tangan, penanganan yang
berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan tidak ada perhatian yang
diberikan pemerintah kepada kebijakan kultural atau konteks kultural.
Dalam pengamatan yang
lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku aparat pemerintah dalam menangani
perkembangan kesenian rakyat, di mana banyaknya campur tangan dalam menentukan
objek dan berusaha merubah agar sesuai dengan tuntutan pembangunan. Dalam
kondisi seperti ini arti dari kesenian rakyat itu sendiri menjadi hambar dan
tidak ada rasa seninya lagi.
Melihat kecenderungan
tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman dipandang sebagai
objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah pemeliharaan
dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar didukung oleh
nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model saja dalam
pembangunan. Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat
mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau
natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi
sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan
rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya
kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya
sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan
tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah.
Aparat pemerintah di
sini turut mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak
lagi terlihat keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi
hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni
bagi kesenian rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi
pemerintah sebagai pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa
harus turut campur dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat
saat ini membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk
menghindari keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan
sesuatu yang sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian
(oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu
pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang
melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut
tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik.
Kesenian bangsa
Indonesia yang memiliki kekuatan etnis dari berbagai macam daerah juga tidak
dapat lepas dari pengaruh kontak budaya ini. Sehingga untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan diperlukan pengembangan-pengembangan
yang bersifat global namun tetap bercirikan kekuatan lokal atau etnis.
Globalisasi budaya yang
begitu pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan
nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset kekayaan
kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau slogan para pemegang
kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka keperluan turisme, politik
dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional yang dilakukan
lembaga pemerintah masih sebatas pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh
esensi kehidupan kesenian yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional
tersebut bukannya berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi
masyarakat. Untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas ada beberapa alternatif
untuk mengatasinya, yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para
seniman rakyat. Selain itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai
pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi
kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau
dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja. [1]
2.2 BUDAYA
INDONESIA DAN GLOBALISASI
Kesadaran akan pentingnya memperhatikan kebudayaan nampaknya
semakin meningkat. Hal ini jelas tidak bertentangan dengan titik berat bidang
kesadaran akan adanya rongrongan dari luar (globalisasi). Sebaliknya, justru
kesadaran akan pentingnya pendekatan budaya, mengingatkan kita bahwa
bagaimanapun jalan yang ditempuh, tetaplah manusia sebagai tujuan dan subyek
globalisasi. Hendaknya manusia tidak dikorbankan untuk mencapai tujuan lain
selain dirinya.
Dalam arus globalisasi, tidak luput juga membicarakan
negara-negara maju, bekembang, dunia pertama, kedua dan ketiga. Sebab,
keberadaan negara-negara tersebut turut menentukan kemana arah arus globalisasi
nantinya. Sebagaimana yang dikatakan seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi
Wa Thiong’o, menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika,
sedemikian rupa sehingga mereka seolah-olah sedang melemparkan bom budaya
terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa
pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari
indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing
yang berkuasa di berbagai bangsa, dulu dipaksakan lewat imperialisme dan kini
dilakukan dalam bentuk yang lebih meluas dengan nama globalisasi.
Globalisasi secara defenitif memiliki banyak penafsiran dari
berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses
pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan
kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan
masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya.
Banyak tanggapan dari budayawan Indonesia. Dalam hal ini
sudah waktunya para budayawan Indonesia harus menggali dan menemukan
keistimewaan-keistimewaan budaya yang terkandung dalam nilai-nilai ideologi
pancasila, lalu memperkenalkannya kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya
dan masyarakat bangsa-bangsa lain umumnya. [3]
2.2.1
Dampak
Globalisasi terhadap seni dan budaya
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi
kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi
yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai
bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya
dan lain- lain akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa.
a. Dampak Positif
- Perubahan Tata
Nilai dan Sikap : Adanya modernisasi
dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan
sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional.
- Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi : Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam
beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
- Tingkat Kehidupan
yang lebih Baik : Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan
transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran
dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
b. Dampak Negatif
- Pola Hidup
Konsumtif : Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang
kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk
mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
- Sikap
Individualistik : Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat
mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa
mereka adalah makhluk sosial.
- Gaya Hidup
Kebarat-baratan : Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di
Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua,
kehidupan bebas remaja, remaja lebih menyukai dance dan lagu barat dibandingkan
tarian dari Indonesia dan lagu-lagu Indonesia, dan lainnya. Hal ini terjadi
karena kita sebagai penerus bangsa tidak bangga terhadap sesutu milik bangsa.
- Kesenjangan
Sosial : Apabila dalam suatu komunitas masyarakat
hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi
dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara
individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang menyebabkan adanya jarak antara si kaya dan si
miskin sehingga sangat mungkin bias merusak kebhinekaan dan ketunggalikaan
Bangsa Indonesia. [2]
2.2.2
Terancamnya
kebudayaan indonesia di era globalisasi
Dampak dari pengaruh globalisasi dan
teknologi pun sudah mulai kita rasakan. Kita ambil contoh saja dari
sebuah permaianan anak-anak. Sebelum era globalisasi ini muncul, masih
banyak sekali permainan rakyat yang identik dengan kebudayaan di berbagai
daerah masing-masing. seperti permainan congklak, gasing, bekel, kelereng,
petak umpet, dan lain-lain.
Namun yang terjadi saat ini bahwa
globalisasi dan teknologi telah mengubah semuanya. Mungkin sekarang yang ada,
banyak anak kecil yang sudah tidak mengenal permainan congklak, dan sudah
jarang pula kita melihat anak-anak yang duduk bersama untuk bermain bekel.
Melainkan yang terjadi saat ini banyak anak-anak yang lebih memilih bermain
didepan komputer, laptop, atau bahkan anak-anak sekarang sudah mulai sibuk
dengan handphone yang ada digenggamannya. Yang semua itu sudah tidak asing lagi
untuk kita jumpai.
Dalam mengatasi banyaknya kebudayaan
indonesia yang hilang, negara harus memperkokoh budaya mereka dan memelihara
struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Pemerintah
juga perlu mengkaji ulang peraturan-peraturan yang dapat menyebabkan
pergeseran budaya bangsa. tentunya dalam mengatasi hal ini, tidak hanya dari
pemerintah saja melainkan juga seluruh masyarakat juga harus ikut berperan
aktif .
Adapun yang harus kita lakukan untuk
mengatasi pengaruh globalisasi dan teknologi yang akan menimbulkan pengaruh
negatif bagi kebudayaan indonesia, serta berkurangnya rasa nasionalisme
yaitu:
- Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai
pancasila dengan sebaik-baiknya.
- kita harus
menumbuhkan semangat nasionalisme terhadap masyarakat yakni dengan menumbuhkan
semangat mencintai produk-produk dalam negeri.
- Masyarakat
harus ikut berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya,
dan budaya bangsa umumnya.
- Mayarakat juga
perlu menyeleksi kemunculan kebudayaa-kebudayaan baru yang masuk ke Indonesia,
agar tidak merugikan dan tidak berdampak negatif bagi kebudayaan kita. [4]
2.2.3
Ciri-ciri berkembangnya globalisasi
-
Perubahan dalam konstantin ruang dan
waktu, maksudnya berkembangnya barang barang seperti HP, televisi satelit, dan
internet menunjukan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepat.
-
Pasar dan produksi ekonomi di negara
negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan
perdagangan internasional.
-
Peningkatan interaksi kultural melalui
perkembangan media massa, maksudnya saat ini kita dapat mengonsumsi dan
mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal hal yang melintasi beraneka
ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
-
Meningkatnya masalah bersama, misalnya
pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional, dll. [5]
2.2.4
Cara
menghadapi dan melestarikan budaya Indonesia di era globalisasi
- Cara menghadapi
era globalisasi
-
Menyaring budaya asing yang masuk ke
negara kita harus yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
-
Mencintai atau membeli produk dalam
negeri sendiri.
-
Meningkatkan produksi dalam negeri agar
dapat bersaing dengan produksi negara negara maju.
-
Berusaha mengikuti perkembangan IPTEK
-
dan yang paling penting meningkatkan
iman dan takwa kepada Tuhan YME.
-
Menumbuhkan semangat nasionalisme yang
tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
-
Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai
Pancasila dengan sebaik- baiknya.
-
Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama
dengan sebaik- baiknya.
-
Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan
dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
-
Selektif terhadap pengaruh globalisasi
di bidang politik, ideologi, ekonomi, social budaya bangsa. Dengan adanya
langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi
yang dapat mengubah nilai. [5]
- Melestarikan budaya Indonesia di era globalisasi
Sebagai warga negara
Indonesia, kita wajib melestarikan budaya-budaya negara kita sendiri agar tidak
luntur atau hilang. Contohnya seperti tarian, makanan khas, baju daerah, dan
sebagainya. Upaya melestarikan budaya antara lain :
1.
Paling tidak kita mengetahui tentang budaya jaman dahulu didaerah kita sendiri.
2.
Kemudian mendalami kebudayaan itu.Setelah itu kita wajib memperkenalkan kepada
orang lain atau yang belum tahu tentang kebudayaan tersebut syukur-syukur
sampai ke negara lain.
3.
Membiasakan hal-hal atau kegiatan yang dapat melestarikan budaya seperti
memakai batik atau bahkan belajar membuat batik,karena pelestarian bisa terjadi
karena kita telah terbiasa dengan kebudayaan tersebut.
Kebudayaan Lokal
Indonesia adalah semua budaya yang terdapat di Indonesia yaitu segala
puncak-puncak dan sari-sari kebudayaan yang bernilai di seluruh kepulauan
indonesia, baik yang ada sejak lama maupun ciptaan baru yang berjiwa nasional.
Peranan budaya lokal ini mempunyai peranan yang penting dalam memperkokoh
ketahanan budaya bangsa, oleh karena itu Pemerintah Daerah dituntut untuk
bergerak lebih aktif melakukan pengelolaan kekayaan budaya, karena budaya
tumbuh dan kembang pada ranah masyarakat pendukungnya. Disamping itu, bagi
pemerintah pusat, Lembaga Swadaya Masyarakat, masyarakat sendiri, dan elemen
lainnya haruslah menyokong atas keberlangsungan dalam pengelolaan kekayaan
budaya kedepan.
Kegiatan melaksanakan pengelolaan kebudayaan
meliputi :
1.
perlindungan; merawat, memelihara asset budaya agar tidak punah dan rusak disebabkan
oleh manusia dan alam.
2.
pengembangan; melaksanakan penelitian, kajian laporan, pendalaman teori
kebudayaan dan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung dalam penelitian.
3.
pemanfaatan; melaksanakan kegiatan pengemasan produk, bimbingan dan penyuluhan,
kegiatan festival dan penyebaran informasi.
4.
pendokumentasian; melaksanakan kegiatan pembuatan laporan berupa narasi yang dilengkapi
dengan foto dan audio visual. Pengelolaan
kekayaan budaya sebetulnya merupakan cara kita bagaimana budaya itu bisa kita
pahami, kita lindungi dan lestarikan agar dapat memperkokoh ketahanan budaya
bangsa. Hal ini terkait dengan citra,
harkat, dan martabat bangsa. Ketika pengelolaan kekayaan budaya dikelola dengan
baik, maka akan muncul suatu keterjaminan, kelestarian dan Kekokohan akan
budaya bangsa kita. [6]
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka
dapat disimpulkan bahwa peranan masyarakat dan pemerintah dalam melestarikan
budaya asli sangat dibutuhkan dan sangat penting bagi keberadaan budaya khas
yang menjadi ciri khas budaya Indonesia. Peran masyarakat dan pemerintah tak
hanya berupa peran pasif atau lebih menunggu adanya pengaruh dari luar, tetapi
juga peran yang aktif seperti selalu melakukan acara adat, ataupun mengembangkan
budaya kita dalam rangka melestarikan budaya asli yang menjadi ciri khas negara
Indonesia dan membedakannya dengan negara lain.
Suatu kesalahan yang sangat besar
bagi masyarakat apabila selalu membiarkan para generasi mudanya terpengaruh
oleh pengaruh-pengaruh negatif yang datang dari luar mengingat sekarang adanya
negara lain yang mengakui kebudayaan di Indonesia. Oleh
sebab itu, sebagai generasi muda yang merupakan pewaris budaya bangsa,
hendaknya memelihara seni budaya demi masa depan anak cucu.
DAFTAR
PUSTAKA